Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Judul Materi : Pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Prodi. : KI
Waktu : 3 jam (3 X 50 menit)
PT : STAIN Samarinda
Dosen : Muhammad Iwan Abdi, M.S.I
Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui perkembangan ejaan yang pernah digunakan serta memahami penggunaan ejaan yang disempurnakan yang sudah digunakan hingga sekarang.
Indikator Pencapian :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian ejaan.
2. Mahasiswa dapat menyebutkan beberapa jenis ejaan yang pernah dipakai dalam kaidah bahasa Indonesia.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan kaidah-kaidah dalam Ejaan Yang Disempurnakan.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penggunaan huruf kapital.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penggunaan tanda baca.
Ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang (pemisahan dan penggabungannya) dalam suatu bahasa. Suprapto mendefinisikan secara teknis, yaitu sebagai keseluruhan aturan atau tata cara menulis dalam bahasa, di antaranya pelambangan fonem (bunyi bahasa), pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca.
BEBERAPA JENIS EJAAN YANG PERNAH DIGUNAKAN DI INDONESIA
1. Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901, bahasa Melayu ditetapkan sebagai ejaan bahasa dengan menggunakan huruf Latin yang disebut dengan ejaan van Ophuijsen. Van Ophuijsen merancang ejaan tersebut dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan van Ophuijsen adalah sebagai berikut :
- Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
- Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
- Tanda diakritik (tanda baca), seperti koma ain dan tanda trema (titik dua kesamping di atas huruf), untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947, ejaan Soewandi secara resmi dipakai untuk menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini oleh masyarakat disebut juga ejaan Republik. Beberapa hal yang harus diketahui dalam penggunaan ejaan unu, antara lain :
a. Huruf oe diganti dengan huruf u, seperti pada kata guru, itu, umur.
b. Bunyi hamzah pada bunyi sentak ditulis dengan k, seperti kata tak, pak, maklum, rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2, berjalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kada depan di pada dirumah, dikebun, disamakan juga dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir tahun 1959, sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Muljana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua)- menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik di tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan ini.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru ini berdasarkan Putusan Presiden No. 57, tahun 1972. Selanjutnya, Departmen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang bejudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan sebagai rujukan penggunaan ejaan tersebut.
Karena penuntun tersebut perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), Menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, yang subsatansinya berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan denga surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Tabel Jenis Ejaan :
Ejaan | Van Ophuijsen | Suwandi/Republik | EYD | |
Penyusun | Ch. A. Van Ophuijsen | Mr. Soewandi | Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa | |
Mulai dipakai | 1901 | 1947 | 1972 | |
Termuat dan sah berdasarkan | Kitab Logat Melajoe | SK Menteri PP dan K19-3-1947 No. 264/Bhs. A (disusul tgl. 15-4-1947) | Pedoman Umum EYD (Kepres No. 57 th. 1972 jo. SK M Mendikbud No. 0156a/P/1972 jo. SK Mendikbud No. 0543a/U/1987 tgl. 9-9-1987) | |
Huruf-huruf dalam ejaan | (...)Menunjukkan huruf tersebut tidak terdapat dalam ejaan | Ch (tarich) dj/djalan e/enam e/elok f/fasal j/jakni k/itik ‘/ma’na, ‘adil nj/njawa oe/baroe (q) sj/sjair tj/tjari (v) | (ch) dj/djalan e/enam e/elok (f) j/jakni k/itik k/makna nj/njawa u/baru (q) (sj) tj/tjari (v) | Kh/tarikh j/jalan e/enam e/elok (f) y/yakni k/itik k/makna ny/nyawa u/baru q/Quran sy/syair c/cari v/lava |
Yang dicantumkan hanya huruf yang berbeda | (x) z/lazim | (x) (z) | x/xenon z/lazim |
Beberapa hal yang berubah dari EYD yang merupakan revisi dari Ejaan Soewandi, antara lain :
- Penulisan di- atau ke- sebagai awalan, dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan yang mengikutinya.
- Kata ulang ditulis dengan huruf, tidak boleh menggunakan angka 2.
Dalam ejaan EYD berbicara tentang :
1. Pemakaian huruf, mencakup pembahasan, antara lain :
a. Nama-nama huruf, mencakup huruf abjad yang telah digunakan hingga sekarang (dari Aa-Zz). Di samping itu, dalam bahasa Indonesia terdapat pula diftong (dua vokal berurutan) yang biasa dieja au, ai dan oi, dilafalkan sebagai vokal yang diikuti oleh bunyi konsonan luncuran w atau y. Dalam bahasa Indonesia terdapat pula konsonan yang terdiri atas gabungan huruf, seperti kh, ng, ny, dan sy.
b. Lafal singkatan dan kata. Terkadang kita ragu-ragu ketika ingin melafalkan suatu singkatan atau suatu kata dalam bahasa Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa singkatan dari bahasa Inggris harus dilafalkan seperti bahasa aslinya. Hal ini akan mempersulit ketika kita akan melafalkan singkatan dari bahasa Rusia, bahasa Jerman, atau bahasa Aztec, karena nama-nama huruf dalam bahasa tersebut sudah pasti berbeda dengan nama-nama huruf dalam bahasa Indonesia. Akronim (singkatan yang dieja seperti kata) bahasa asing yang bersifat internasional mempunyai kaidah tersendiri, yakni tidak dilafalkan seperti lafal bahasa Indonesia, tetapi singkatan itu tetap dilafalkan seperti lafal aslinya.
c. Persukuan, digunakan pada saat kita hendak memenggal kata dalam sebuah tulisan jika terjadi pergantian garis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara suku-suku kata itu tanpa jarak atau spasi. Teknik penggunaannya, antara lain :
· Penyukuan dua vokal yang berurutan di tengah kata, contoh lain la-in.
· Penyukuan dua vokal mengapit konsonan di tengah kata, contoh seret se-ret, langit la-ngit.
· Penyukuan dua konsonan berurutan di tengah kata, contoh maksud mak-sud.
· Penyukuan tiga konsonan atau lebih di tengah kata, contoh abstrak ab-strak (instansi, kilogram, biologi).
· Penyukuan kata yang berimbuhan dan berpartikel, biasanya dituli kata dasar dipisah dengan imbuhan, contoh santapan santap-an, mengail me-ngail (kt dasar kail), belajar bel-ajar (kt. dasar ajar).
· Penyukuan nama orang, nama orang tidak dipenggal atas suku-sukunya.
d. Penulisan nama diri. Penulisan nama diri, nama sungai, gunung, jalan, dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah yang berlaku, kecuali apabila menyangkut segi adat, hukum, atau kesejarahan.
2. Penulisan Huruf Kapital (Huruf Besar)
Kaidah-kaidah penulisan huruf kapital adalah sebagai berikut :
a. Dipakai sebagai huruf pertama kalimat berupa petikan langsung
b. Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci dan nama Tuhan, termasuk kata ganti ku, mu, nya ditulis dengan huruf besar dengan menggunakan tanda hubung (-).an ini hanya terbatas pada nama diri, sedangkan kata-kata yang menunjukkan nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital.
c. Dipakai sebagai huruf pertama dalam penulisan gelar (kehormatan, keturunan, agama), jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang. Contoh : Perjuangan itu dipimpin oleh Haji Agus Salim.
d. Jika tidak diikuti nama orang atau nama wilayah, nama gelar, jabatan dan pangkat, harus ditulis dengan huruf kecil, contoh : Calon jemaah haji DKI tahun ini berjumlah 576 orang.
e. Akan tetapi, jika mengacu kepada orang tertentu, nama gelar, jabatan, dan pangkat itu dituliskan dengan huruf kapital.
f. Contoh : Dalam seminar itu, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid memberikan sambutan. Dalam sambutannya Presiden mengharapkan agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
g. Kata-kata van, den, bin, ibnu, al yang digunakan pada nama orang tetap ditulis dengan huruf kecil. Contoh : Pujangga lama yang terkenal adalah Nuruddin al Raniri.
h. Dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku dan bahasa. Apabila nama bangsa, suku, dan bahasa diberi awalan dan kahiran sekaligus, kata-kata tersebut harus ditulis dengan huruf kecil. Demikian juga kalau tidak membawa nama suku, bangsa dan bahasa juga ditulis dengan huruf kecil, contoh : petai china, kunci inggris, dan sarung samarinda.
i. Dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah
j. Dipakai sebagai huruf pertama pada nama khas geografi, seperti selat, teluk, terusam, sungau, danau, barat, timur, dan bukit, contoh : Kapal-kapal yang akan memasuki perairan Timur Tengah, harus melewati Terusan Sues. Akan tetapai kalau nama-nama tersebut tidak menunjukkan khas geografi maka ditulis dengan huruf kecil, contoh : Nelayan itu berlayar sampai ke
k. Dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumentasi resmi, contoh : Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dipilih oleh Mejelis Permusyawaratan Rakyat. Akan tetapai jika tidak menunjukkan nama-nama resmi, ditulis dengan huruf kecil, contoh : Pemerintah republik itu telah menyelenggarakan pemilihan umum sebanyak empat kali.
l. Dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata partikel seperti di, ke, dari, untuk dan yang, yang terletak pada posisi awal.
m. Dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, kecuali gelar dokter (kesehatan)
n. Dipakai sebagai.huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, anda, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti sapaan (kalimat langsung) atau singkatan dari sapaan (pak, bu, dll), contoh : Surat Saudara sudah saya terima tadi pagi. Selamat pagi, Pak!
3. Pemakaian tanda baca
a. Tanda Baca Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Contoh :
- 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi (tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam satu bagan atau ikhtisar).
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Contoh :
- Pukul 23.05.20
- 1.20.21 jam
4. Digunakan di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh :
- Siregar, Merari, 1920. Azab dan Sengsara.
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh :
- Desa itu berpenduduk 24.000 jiwa.
6. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh :
- Ia lahir tahun 1988.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilistrasi, tabel, dan sebagainya.
Contoh :
- Acara Kunjungan Bill Clinton
- Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat (2)nama dan alamat penerima surat.
Contoh :
- Jalan Diponegoro 82 Jakarta
- 1 April 1985 (tanpa titik)
b. Tanda Baca Koma (,)
1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului kata, seperti tetapi atau melainkan.
Contoh :
- Udin ingin berkunjung, tetapi hujan turun.
- Ipah bukan anak saya, melainkan anak Pak Abu.
3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimat. Tanda koma tidak dipakai apabila anak kalimat mengiringi induk kalimat.
Contoh :
- Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
- Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
- Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
- Ia lupa akan janjin ya karena sibuk.
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat, termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi, pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Contoh :
- ....oleh karena itu, kita harus waspada.
- ....Jadi, besok kita berangkat pagi-pagi.
5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata lain yang terdapat dalam kalimat.
Contoh : O, begitu? Atau Wah, bukan main!
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh :
Kata Ibu, “Saya gembira sekila”.
7. Dipakai diantara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berturut-turut.
Contoh :
Surat ini harap dialamatkan kepada Kajur Tarbiyah, STAIN Samarinda, jalan K.H. Abul Hasan 6, Samarinda.
8. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh :
Abdi, Muhammad Iwan, Bahasa Gaul untuk ABG, Jakarta : Rineka, 2006.
9. Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh :
Ghost Tandu, Misteri Alam Gaib, (Samarinda : Manuntung Offset, 2006), hlm 4.
10. dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Contoh : Abdul Gafur, S.PdI. atau Siti Terompah, MA.
11. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Contoh : 12,5 m atau Rp 25,50
12. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Contoh :
- Guru saya, Pak Iwan, ganteng sekali
- Semua mahasiswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia
13. Dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh :
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap bersungguh-sungguh. Atas bantuan Anas, Gafur mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan kalimat berikut :
Kita memerlukan sikap bersungguh-sungguh dalam membina dan mengembangkan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan agus.
14. Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Contoh :
- “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
- “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
c. Tanda Titik Koma (;)
1. Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh :
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai.
2. Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Contoh :
Ayah mengurus tamannya di kebun itu; Ibu seibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; Saya sendiri asyik mendengarkan musik di kamar.
d. Tanda Titik Dua (:)
1. Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika tidak diikuti rangkaian atau perian.
Contoh :
- Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
- Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan pada waktu itu: merdeka atau mati.
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh :
- Kita memerlukan meja, kursi, dan lemari.
- Para pahlawan berjuang hidup atau mati.
2. Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh :
Ketua : Ahmad Albar
Sekretaris : Aril Peter Pan
3. Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh :
Robi : “Bibirmu kenapa, Yun?’
Yuyun: “Tadi habis disengat tawon”.
4. Dipakai untuk (1) di antara jilid atau nomor dan halaman, (2) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (4) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Contoh :
- Surat Yaasin : 9
- Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
e. Tanda Hubung (-)
1. Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian garis.
2. Untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
3. Untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
anak-anak, kemerah-merahan.
4. Menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian tanggal.
Contoh : p-a-n-i-t-i-a, 12-06-2005
5. Dipakai untuk memperjelas (1) hubungan bagian-bagian kata atau karangan, dan (2) penghilangan bagian kelompok kata.
Contoh : Ber-evolusi
6. Dipakai untuk merangkaikan (1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (2) ke- dengan angka, (3) angka dengan –an, (4) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (5) nama jabatan rangkap.
Contoh : se-Indonesia, hadiah ke-2, tahun 50-an, mam-PHK-kan, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara.
7. Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Contoh : di-smash, pen-tackel-an.
f. Tanda Pisah ( )
1. Untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Contoh : Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa sendiri.
2. menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Contoh : Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’.
Contoh : 1910-1945, Samarinda- Balikpapan
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
g. Tanda Elipsis (...)
1. Dipakai dalam kalimat terputus-putus.
Contoh :Kalau begitu . . . ya, marilah kita bergerak.
2. Menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Contoh : Sebab-sebab kemerosotan . . . akan diteliti lebih lanjut.
h. Tanda Tanya (?)
1. Dipakai pada akhir kalimat tanya
2. Dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh : Ia dilahirkan pada tahun 1976 (?).
i. Tanda Seru (!)
Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Contoh :
- Alangkah seramnya kamar itu!
- Bersihkan kamar itu sekarang juga!
j. Tanda Kurung ((...))
1. Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh : Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2. Mengepit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh : Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat di Bali), ditulis pada tahun 1962.
3. Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Contoh : Pejalan kaki berasal dari (kota) Surabaya.
4. Mengapit angka dan huruf yang merinci satu urutan keterangan.
Contoh : Faktor produksi menayngkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
k. Tanda Kurung Siku ([...])
1. Untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda ini menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Contoh : Sang Sapurba me[d]engar bunyi gemerisik.
2. Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh : Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35-38]) perlu dibentangkan di sini.
l. Tanda Petik (“...”)
1. Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh : “Saya belum siap”, kata Mira, “Tunggu sebentar!”
2. Mengapit judul syair,karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Contoh : Karangan Amin Abdullah yang berjudul “Jaring Laba-laba” diterbitkan dalam Tempo.
3. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh : Melda bercelana jeans panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4. Tanda petik penutup memgikuti tanda baca yang mengakhiri perikan langsung.
Contoh : Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat di tempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Contoh : Karena warna kulitnya yang gelap, Amir mendapat julukan “Si Hitam Manis”.
m. Tanda Petik Tunggal (‘...’)
9. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh : Tanya Rendi, “Kai dengar suara ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar anakku berteriak ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika”.
10. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh : Feed-back ‘balikan’.
n. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun.
Contoh :
No.7/PK/2007
Jalan Abul Hasan II/06
Tahun anggaran 2006/2007
2. Tanda garis miring dipakai sebagai kata atau dan tiap.
Contoh :
Dikirimkan lewat laut/darat
Harganya Rp 1.000,00/lembar
i. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan menghilangkan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya :
Ali ‘kan kusurati (‘kan = akan)
Malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
1 Januari ’88 ( ’88 = 1988)
|
AMANS
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar