Pendahuluan
Ibadah  adalah sarana seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta  yaitu Allah SWT. Ibadah juga merupakan bekal unuk menghadapi kehidupan  selanjutnya yang lebih kekal. Jadi seorang hamba dapat diibaratkan  sebagai musafir yang harus membekali dirinya untuk persiapan mengarungi  perjalanan yang hendak ditempuhnya. Oleh karena itu manusia dibekali  dengan kemampuan fisik maupun ruhaniyah, agar ia mampu melaksanakan  kewajiban ibadah ini secara baik dan sempurna.
Allah SWT menuntun manusia melalui wahyu yang diturukan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasulnya, dan dengan wahyu ini  pulalah manusia mampu membaca keinginan tuhannya. Untuk meningkatkan  hubungan antara hamba dan khaliqnya maka manusia melakukan ibadah kepada  tuhannya, dengan harapan mendapatkan ridho dari sang pencipta yaitu  Allah SWT. 
   
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku..” [Adz-Dzaariyaat: 56]
B.     Pengertian Ibadah
Ibadah menurut bahasa adalah: Pengabdian, Penyembahan kepada sesuatu yang dianggap suci.[1] Menurut ahli lughot (bahasa), ibadah diartikan dengan: taat, menurut, mengikut, tunduk. Selain itu  mereka mengartikan juga dengan tunduk setinggi-tingginya, dan dengan do’a. [2]
 Ibadah menurut syara’ adalah melaksanakan segala macam yang diperintahkan  oleh  Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-NYA, dengan tujuan untuk  mengatur hubungan antara manusia dengan Khaliqnya, antara manusia dengan  alam sekitarnya den kesemuaannya itu sebagai ujian terhadap kebenaran  dan kekuatan iman dalam praktek sehari-hari.[3]
Ibadah  adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan  para Rasul-Nya. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa  Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa  mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.[4]
Dari  definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian Ibadah  secara umum. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang  dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau  perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. [5]
C.    Dasar-dasar Praktek Ibadah
a.      Dasar Naqliyah
·      Al-Qur’an 
Yaitu  Firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai  mukjizat dan sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan di  dunia dan akherat.
·      Al-Hadits 
Yaitu Segala sesuatu yang berhubungan denagn perbuatan, perkataan dan ketetapan  Rasullulah.  Hadits ini berfungsi untuk menjelaskan hukum Al-Qur’an yang sifatnya  masih umum atau untuk menguatkan hukum serta berfungsi membuat hukum  apabila belum ada dalam  Al-Qur’an
b.      Dasar Aqliyah
·      Al-Ijma’ (konsensus) Para ulama’ 
Yaitu Hasil dari diskusi atau kesepakatan ulama’ terhadap suatu masalah yang belum ada  ketentuannya dalam Al-Qur’an
·      Al-Qiyas 
Yaitu  Usaha untuk mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada hukumnya  dengan hukum yang telah ada dalam al-Qur’an maupun Hadits karena  mempunyai sebab yang sama.[6]
D.    Macam-macam Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis:
1. Ibadah Mahdhah,   artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba  dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:[7]
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,  Baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. 
Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر 7
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر 7
“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7). 
c. Bersifat supra rasional (di luar jangkauan akal) 
Artinya  ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal,  melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di  baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan,  tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan  ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai  dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan  oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”,
Yang  dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau  ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah  kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan  untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk  dipatuhi:[8]
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu                          2. Tayammum             3. Mandi hadats
4. Adzan                           5. Iqamat                     6. Sholat
7. Membaca al-Quran       8. I’tikaf                      9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji                             11. Umrah                   12. Tajhiz al- Janazah 
   
  |   
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya  dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada  yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.[9]
E.     Tuntutan Hukum Ibadah
Dalam melaksanakan suatu Ibadah ada beberapa ketentau hukumnya yaitu:[10]
1.    Wajib,  yaitu :  Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan  apabila ditinggalkan mendapatkan siksa. Seperti shalat fardhu, puasa  ramadhan, mengeluarkan zakat, haji dan lainnya. Wajib ini menunjukkan  perintah yang tetap. Wajib ini ada dua macam:
a.      Wajib ‘Ainiyah (fardhu ‘ain)
Tuntutan untuk melaksanakan sesuatu perbuatan yang dibebankan  kepada pribadi masing-masing (individual). Seperti Shalat wajib, Puasa zakat, haji
b.      Wajib Kifayah (fardhu Kifayah)
Tuntutan  untuk melaksanakan sesuatu perbuatan yang dibebankan kepada orang  banyak (masyarakat) tetapi tuntutan itu akan gugur kalau ada salah  seorang saja diantara mereka mengerjakannya.  Dan semua masyarakat itu akan mendapatkan dosa  andaikata tidak ada satu orangpun melaksanakannya. Contohnya mengurus jenazah dari memandikan sampai memakamkannya.[11]
2.     Sunnah,  yakni : Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan  apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyyatul  masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini  menunjukkan perintah yang tidak tetap. Perbuatan sunnah ada dua macam.
a.      Sunnah Muakkad
Sunnah muakkad ini kita dituntut  lebih diutamakan mengerjakannya, seperti sholat Idul Fitri, puasa syawal.
b.      Sunnah Ghairu Muakkad
Sunnah  ghairu muakkad ini sunnah yang biasa saja seperti infaq berbuat  bermacam-macam kebaikan dan sholat/puasa sunnah selain muakkad.[12]
3.    Haram,  yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan  apabila dikerjakan mendapat siksa. Seperti minum arak, berbuat zina,  mencuri, dan lain sebagainya. Haram ini menunjukkan larangan yang tetap.  
4.     Makruh,  yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan  apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Seperti mendahulukan yang kiri  atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. makruh ini  menunjukkan larangan yang tidak tetap. 
5.    Mubah,  yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama  saja tidak mendapat pahala atau siksa. Seperti makan, minum. Mubah ini  tidak menunjukkan perintah yang tetap atau yang tidak tetap. dan tidak  menunjukkan larangan tetap atau larangan tidak tetap.
F.     Klasifikasi Nilai Pelaksanaan Ibadah
Ada dua penilaian saja terhadap semua ibadah baik yang wajib ataupun yang sunnah yang kita kerjakan, yaitu:
a.       Shah (benar)
Ibadah  yang shah berati ibadah tersebut insya Allah diterima oleh Allah SWT  dan akan mendapatkan ganjaran sebagaimana mestinya serta kewajiban  ibadah itu telah lepas dari tuntutan. Hal yang menentukan perbuatan itu  dianggap shah
·      Sesuai dengan persyaratannya
Syarat  ialah perbuatan yang menyebabkan shahnya suatu amal ibadah, sedangkan  perbuatan itu tidak termasuk daripada bagian amal ibadah yang sedang  dikerjakan.
·      Sesuai dengan rukunnya
Rukun  ialah perbuatan yang menyebabkan shahnya amal ibadah, sedangkan  perbuatan-perbauatan itu termasuk daripada bagian perbauatan amal ibadah  yang sedang dikerjakan.
b.      Batal (ditolak)
Hal ini terjadi apabila perbuatan yang kita kerjakan itu tidak memenuhi syarat dan rukunya  yang  telah ditentukan dalam ibadah yang sedang kita kerjakan. Perbuatan yang  batal ini masih disuruh kita untuk mengulanginya sehingga mencapai  kepada perbuatan yang shah[13]
G.    Cara –cara Praktek Ibadah
Semua  pekerjaan itu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan sukses harus  dilakukan dengan cara yang benar dan sempurna. Begitu juga dengan  Ibadah. Ketentuan untuk mengerjakan suatu ibadah itu antara lain:
1.      Dengan hati yang Ikhlas. Semua ibadah itu dikerjakan semata-mata karena Allah SWT.
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين... 
“Padahal  mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan  ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus ...”QS .Al-Bayyinah: 5)
2.      Menjauhkan  diri dari Riya’.Janganlah ketika kita mengerjakan suatu ibadah itu  karena hanya ingin mendapatkan pujian semata. Sesuai dengan firman Allah  SWT
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria.” (QS. Al Maa’un 4-6)
3.      Dengan Bermuroqobah. Maksudnya kita yakin bahwasannya Allah itu melihat apa yang kita kerjakan baik lahir maupun batin. 
“Bahwasannya engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau lihat  Dia. Dan jika engkau tidak dapat melihat Dia, maka sesungguhnya Dia senantiasa melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.      Tepat  Pada Waktunya. Maksudnya pelaksanaan ibadah yang sedang kita kerjakan  itu masih ada waktunya dan lebih diutamakan pada awal waktu[14]
H.    Hikmah Ibadah
Sudah  menjadi ketentuan dalam kehendak Allah SWT bahwa tiap-tiap makhluk yang  bernyawa di muka bumi ini lebih banyak menyukai kejahatan daripada  berbuat kebaikan sebab umumnya mereka sangat mudah dipengaruhi oleh hawa  nafsu. Oleh sebab itu, Allah memberi senjata pada makhluknya untuk  menjaga diri dari serangan musuhnya. Umpamanya burung dengan paruhnya,  ular dengan bisanya dan lain sebagainya. Sedang manusia dibekali senjata  oleh Allah SWT dengan akal dan pikirannya.
Dengan  akal dan pikiran itulah manusia berbeda dengan makhluk lainnya walaupun  masih ada dasar kejahatan pada diri manusia karena manusia juga  mempunyai hawa nafsu. Akal dan pikirannya itulah yang meninggikan  manusia dari derajat makhluk-makhluk yang lainnya. Karena dengan akal  dan pikirannya itulah manusia diberi beban atau taklif oleh Allah  SWT yang berupa larangan-larangan dan perintah-perintah, sehingga  manusia mampu menuntun kearah jalan akal dan pikiran yang benar sesuai  dengan kehendak Allah SWT.[15]
Allah  SWT menuntun manusia melalui wahyu yang diturukan kepada Nabi-nabi dan  Rasul-rasulnya, dan dengan wahyu ini pulalah manusia mampu mebaca  keinginan tuhannya. Untuk meningkatkan hubungan antara hamba dan  khaliqnya maka manusia melakukan ibadah kepada tuhannya, dengan harapan  mendapatkan ridho dari sang pencipta. 
Kesimpulan
Ibadah  adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai  Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir  maupun yang bathin. Dasar dasar praktek ibadah yaitu Dasar Naqliyah  (Al-Qur’an, Al-Hadits), Dasar Aqliyah (Al-Ijma’, Para ulama’, Al-Qiyas)
Ibadah terbagi menjadi 2 yaitu Ibadah Mahdhah dan Ibadah Ghairu Mahdhah.  Ibadah Mahdhah,   artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba  dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip
·      Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, 
·      Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw.
·      Bersifat supra rasional (di luar jangkauan akal)
·      Azasnya “taat”,
Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu  ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga  merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya .   Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
·      Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
·      Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul
·      Bersifat rasional
·      Azasnya “Manfaat”,
Tuntutan Hukum Ibadah1.Wajib (Wajib ‘Ainiyah, Wajib Kifayah ) 2.Sunnah(Sunnah Muakkad& Sunnah Ghairu Muakkad) 3. Haram 4. Makruh 5. Mubah. Ketentuan untuk mengerjakan suatu ibadah antara lain:
a.       Dengan hati yang Ikhlas.
b.      Menjauhkan diri dari Riya’
c.       Dengan Bermuroqobah.
d.      Tepat Pada Waktunya.
Demikianlah  makalah ini kami susun semoga dapat memberi khasanah dan wawasan  pengetahuan dalam erat kaitanya mengenai mata kuliah Fiqih khususnya  dalam pembahasan Ibadah
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Slamet, Fiqih Ibadah, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1998
Ash Shiddieqy Hasbi,Kuliah Ibadah ibadah ditinjau dari segi hukum dan hikmah, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1994
Matdawam M. Noor, Bersuci & Shalat serta Butur-butir Hikmahnya, Jogjakarta, T.TP, 2004
Syukur Amin, Pengantar Studi Islam, Semarang : CV. Bima Sakti, 2003
http://tanbihun.com/fikih/definisi-wajibsunnahharammakruh-dan-mubah/  
[1] M. Noor Matdawam, Bersuci & Shalat serta Butur-butir Hikmahnya,(Jogjakarta: T.TP, 2004)  hal. 1
[2] Hasbi Ash Shiddieqy,Kuliah Ibadah, (Ibadah ditinjau dari segi hukum dan hikmah), (Jakarta,PT. Bulan Bintang, 1994) hal. 1
[3] Op.cit, hal.1
[7] http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/  diakses 11-03-2012 jam 20.18
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] http://tanbihun.com/fikih/definisi-wajibsunnahharammakruh-dan-mubah/  diakses 10-03-2012 jam 18.30
[11] M. Noor Matdawam, Bersuci & Shalat serta Butur-butir Hikmahnya (Jogjakarta, T.TP, 2004)  hal. 10
[12] Ibid hal. 11
[13] M. Noor Matdawam, Bersuci & Shalat serta Butur-butir Hikmahnya (Jogjakarta, T.TP, 2004)  hal. 13
[14] Ibid hal. 9-10
[15] Slamet Abidin, Fiqih Ibadah , (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998), hal. 14
| 
 | 
AMANS
| MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI | 
 | 
0 komentar:
Posting Komentar